Jumat, 14 Oktober 2011

INTERAKSI GEN ( PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL )

  1. PENDAHULUAN

Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti hukum Mendel II dengan rasio klasik F2 9 : 3 : 3 : 1. Akan tetapi kedua pasang gen ini akan mengadakan interaksi (kerjasama) yang menghasilkan fenotip baru, atau adapula terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut epistasis. Ada beberapa macam epistasis yaitu :
  1. Epistasis dominan (perbandingan 12 :3 :1 ).
  2. Epistasis resesif ( modifying gen ) ( perbandingan 9 : 3 : 4 ).
  3. Epistasis dominan resesif ( Inhibiting gen ) ( perbandingan 13 : 3).
  4. Epistasis dominan duplikat ( polimeri ) ( perbandingan 15 : 1 ).
  5. Epistasis resesif duplikat ( complementary factor ) ( perbandingan 9 :7 ).
  6. Gen duplikat dengan efek kumulatif ( 9 : 6 : 1 ).

Prinsip Hukum Mendel

Hukum-hukum mendel merupakan prinsip dasar genetika.
  1. Hukum Mendel I ( Hukum Pemisahan Mendel - Prinsip Segregasi - Hukum pemisahan gen sealel )
    1. Dalam peristiwa pembentukan sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan alela memisah secara bebas.
    2. Berlaku untuk pembastaran dengan satu sifat beda (monohibridisasi), baik dominansi maupun intermediet.
  2. Hukum Mendel II (Hukum Kebebasan Mendel = Prinsip berpasang-pasangan secara bebas)
    1. Dalam peristiwa pembentukan gamet, alela-alela mengadakan kombinasi secara bebas sehingga kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam.
    2. Berlaku untuk pembastaran dengan dua sifat beda (dihibridisasi) atau lebih, baik dominansi maupun intermediet.
Ada beberapa bentuk penyimpangan hukum Mendel yang lain yaitu :
    1. Kriptomeri
    2. Gen komplementer
    3. Gen – gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif

  1. BAHAN DAN ALAT

    1. Bahan
      • Plastik
      • Kancing berwarna
      • Tabel pengamatan
    2. Alat
      • Alat tulis

PROSEDUR KERJA

    1. Diambil satu kantong plastik yang berisi kancing berwarna, kemudian dikocok hingga homogen.
    2. Diambil satu butir kancing, dicatat haslinya.
    3. Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 90 x, dan 160 x, dan dicatat pada lembar pengamatan yang akan disediakan pad saat praktikum.
    4. Data dianalisa dengan uji X2 .
    5. Kode kantong dicantumkan pada bagian atas.

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Kode A (12 : 3 : 1)
Pengambilan 90 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Cokelat
Kuning
O (diperoleh)
46
32
12
90
e (harapan)
67,5
16,875
5,625
90
( o – e ) 2
462,5
232,6
40,6

6,8
13,8
7,2
27,8

Xt 2 = 5,99 < Xh 2 = 27,8 Jadi, hipotesis ditolak.
Pengambilan 160 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Cokelat
Kuning
o (diperoleh)
84
59
17
160
e (harapan)
120
30
10
160
( o – e ) 2
1296
841
49

10,8
28,03
4,9
43,73

Xt 2 = 5,99 < Xh 2 = 43,73 Jadi, hipotesis ditolak.
Kode B ( 9 : 3 : 4 )
Pengambilan 90 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Hitam
Merah
o (diperoleh)
27
49
14
90
e (harapan)
22,5
50,625
16,875
90
( o – e ) 2
20,25
2,64
8,26

0,9
0,05
0,49
1,44

Xt 2 = 5,99 > Xh 2 = 1,44 Jadi, hipotesis diterima.
Pengambilan 160 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Hitam
Merah
o (diperoleh)
32
85
43
160
e (harapan)
30
90
40
160
( o – e ) 2
4
25
9

0,13
0,28
0,23
0,64
Xt 2 = 5,99 > Xh 2= 0,64 Jadi, hipotesis diterima.
Kode C ( 13:3 )
Pengambilan 90 kali

Karakteristik
Jumlah
Merah
Hijau
O
46
44
90
E
73,125
16,875
90
((o – e)- 0,5)2
763,14
708,9

X2
9,7
45
54,7

Xt 2 = 3,84 < Xh 2 = 54,7 Jadi, hipotesis ditolak.
Pengambilan 160 kali

Karakteristik
Jumlah
Merah
Hijau
o (diperoleh)
67
93
160
e (harapan)
30
130
160
((o – e)-0,5)2
1332,5
1406,25

X2
44,41
10,82
55,23

Xt 2 = 3,84 < Xh 2 = 55,23 Jadi, hipotesis ditolak.
Kode D ( 15 : 1 )
Pengambilan 90 kali

Karakteristik
Jumlah
Kuning
Cokelat
o (diperoleh)
17
73
90
e (harapan)
5,625
84,375
90
((o – e)-0,5)2
-11,375
11,375

X2
21,025
1,67
22,695

Xt 2 = 3,84 < Xh 2 = 22,695 Jadi, hipotesis ditolak.


Pengambilan 160 kali

Karakteristik
Jumlah
Kuning
Cokelat
o (diperoleh)
17
143
160
e (harapan)
10
150
160
((o – e)-0,5)2
42,25
56,25

X2
4,225
0,375
4,6

Xt 2 = 3,84 < Xh 2 = 4,6 Jadi, hipotesis ditolak.
Kode E (9:7 )
Pengambilan 90 kali

Karakteristik
Jumlah
Kuning
Putih
O
49
41
90
E
50,625
39,375
90
((O – E)-0,5)2
4,52
1,27

X2
0,09
0,03
0,12

Xt 2 = 3,84 > Xh 2 = 0,12 Jadi, hipotesis diterima.
Pengambilan 160 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Kuning
o (diperoleh)
61
99
160
e (harapan)
90
70
160
((o – e)-0,5)2
90,25
72,25

X2
1,29
0,80
2,09

Xt 2 = 3,84 > Xh 2 = 2,09 Jadi, hipotesis diterima.




Kode F (9 : 6 : 1)
Pengambilan 90 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Cokelat
Kuning
o (diperoleh)
55
26
9
90
e (harapan)
50,625
33,75
5,625
90
( o – e ) 2
19,14
60,06
11,39

0,38
1,78
2,03
4,19

Xt 2 = 5,99 > Xh 2 = 4,19 Jadi, hipotesis diterima.
Pengambilan 160 kali

Karakteristik
Jumlah
Putih
Cokelat
Kuning

O (diperoleh)
74
61
25
160
E (harapan)
90
60
10
160
( o – e ) 2
256
1
225

2,84
0,02
22,5
25,56

Xt 2 = 5,99 < Xh 2 = 25,56 Jadi, hipotesis ditolak.

PEMBAHASAN

Biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen R, bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval oleh gen b, dan lain – lain.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari – hari seringkali kita mengetahui bahwa cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum – hukum Mendel.
Pada sebuah contoh, yaitu ayam berjengger walnut ( F1 ), hasil persilangan jengger mawar dan jengger ercis, disilangkan dengan sesamanya, menghasilkan keturunan ( F2 ) dengan perbandingan 9 : 3 : 3 :1. Kira- kira 9/16 bagian dari F2 ini berjengger walnut, 3/16 ercis, 3/16 mawar, dan 1/16 tunggal. Jengger tipe walnut dan tunggal merupakan tipe jengger baru, yang sama sekali tidak dijumpai pada kedua induknya. Timblnya dua fenotip baru ini disebabkan adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen – gen.
Sebuah atau sepasang gen yang menutupi ( mengalahkan ) ekspresi gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasis dan hipostasis. Peristiwa epistasis dapat dibedakan sebagai berikut :
  1. Epistasis dominan
Apabila digunakan huruf – huruf permulaan alfabet, maka :
Kunci : A epistasis terhadap B dan b
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- + 3 A-bb = 12
3 aaB- = 3
1 aabb = 1
  1. Epistasis resesif
Kunci : aa epistasis terhadap B dan b
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- = 9
3 A- bb = 3
3 aaB- + 1 aabb = 4
  1. Epistasis dominan resesif
Kunci : A epistasis terhadap B dan b
Bb epistasis terhadap A dan a
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- + 3 A-bb + 1 aabb = 13
3 aaB- = 3
  1. Adanya gen resesi rangkap
Kunci : aa epistasis terhadap B dan b
Bb epistasis terhadap A dan a
Ratio fenotip F2 ;
9 A-B- = 9
3 A-bb + 3 aa B- + 1 aabb = 7
  1. Adanya gen dominan rangkap
Kunci : A epistasis terhadap B dan b
B epistasis terhadap A dan a
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- + 3 A-bb + 3 aaB- = 15
1 aabb = 1
  1. Adanya gen – gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- = 9
3 A-bb + 3 aa B- = 6
1 aabb = 1
Percobaan praktikum kali ini dari kantong A sampai F, mewakili keturunan F2 yang dihasilkan dari peristiwa – peristiwa penyimpangan hukum Mendel, yaitu epistasi dominan, epistasi resesif, epistasi dominan resesif, epistasi dominan rangkap, epistasi resesif rangkap dan gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif. Hal ini diharapkan kemungkinan terambilnya kancing pada masing – masing kantong sesuai dengan rasio yang diharapkan.
Pengambilan kancing pada masing – masing kantong dilakukan sebanyak 90 x dan 160 x, dengan tujuan agar hasil yang diharapkan lebih akurat dan sesuai dengan teori. Namun dari hasil percobaan diperoleh banyak data yang menyimpang dari teori yang ada. Penyimpangan ini bisa terjadi karena praktikan kurang acak dalam pengambilan kancing, atau kesalahan dalam penghitungan.
Uji X2 digunakan untuk mengetahui apakah penyimpangan yang terjadi nyata atau tidak. Nilai kemungkinan 5% dianggap sebagai garis batas antara menerima dan menolak hipotesis. Apabila nilai kemungkinan lebih besar dari 5%, penyimpangan dari nisbah (rasio) harapan tidak nyata. Nilai derajat bebas (db)adalah banyaknya karakteristik (variabel) yang ada dikurangi satu. Nilai derajat bebas ini digunakan sebagai acuan penentuan nilai X2. Hasil X2 hitung dibandingkan dengan X2 tabel yang nilainya disesuaikan dengan derajat bebas. Untuk nilai db = 1, X2t = 3,84 ; db = 2 , X2t = 5,99 ; db = 3 , X2t = 7,82.
Harga X2 hitung yang lebih kecil dari X2 tabel menunjukkan bahwa hipotesis dapat diterima. Sedangkan harga X2 yang lebih besar dari X2 tabel menunjukkan bahwa hipotesis tidak diterima. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa peristiwa epistasis resesif (B), epistasis resesif duplikat (E), dan gen duplikat yang mempengaruhi gen kmulatif ( F ; 90 x ) hipotesisnya dapat diterima, sedangkan yang lainnya ditolak. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan yang demikian besar.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

    1. Simpulan
        1. Peristiwa penyimpangan terhadap hukum Mendel terjadi karena adanya interaksi antara gen – gen. Yaitu adanya sebuah atau sepasang gen yang menutupi ( mengalahkan ) atau dikalahkan ekspresi gen lain yang bukan alelnya.
        2. Uji X2 digunakan untuk mengetahui apakah penyimpangan yang terjadi nyata atau tidak. Jika nilai X2 hitung lebih kecil dari nilai X2 tabel, maka hipotesis diterima. Tetapi jika nilai X2 hitung Lebih besar dari X2 tabel maka hipotesis ditolak.
        3. Hasil praktikum menunjukkan adanya banyak penyimpangan. Hal ini mungkin terjadi karena kekurangtelitian praktikan dalam mengambil sampel / kancing kurang acak atau kesalahan praktikan dalam penghitungan.
    2. Saran
Sebaiknya praktikan betul – betul jeli dalam mengambil sampel yaitu dengan cara acak, tidak asal ambil. Begitu pula dalam proses penghitungan. Karena hal ini sangat berpengaruh pada hasil perhitungan yang akan dibandingkan dengan teori yang ada.







DAFTAR PUSTAKA


Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan.. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pay, C. Anna. 1987. Dasar-dasar Genetika. Erlangga, Jakarta.
Suryo, 1986. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Welsh, J.R.,1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga, Jakarta.
Yatim, Wildan.1986. Genetika. Tarsito, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar